Mode Gelap
Image
Selasa, 15 Oktober 2024
Logo
Demo Irak Tewaskan Hampir 100 Orang

Demo Irak Tewaskan Hampir 100 Orang

JAKARTA (BM) - PBB menyeru agar demonstrasi anti-pemerintah di Irak segera diakhiri. Imbauan ini karena banyak nyawa melayang sia-sia. Jumlah korban tewas dilaporkan hampir mencapai 100 orang.

Demonstran mengatakan mereka mengambil sikap menentang pengangguran, layanan publik yang buruk dan korupsi di negara itu.

Jeanine Hennis-Plasschaert, kepala Misi Bantuan PBB untuk Irak mengatakan: "Lima hari kematian dan korban luka: ini harus dihentikan," demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (6/10).

Dia juga mengatakan, mereka yang bertanggungjawab atas hilangnya nyawa dalam demonstrasi Irak harus dibawa ke pengadilan.

Pemerintah Amerika Serikat juga telah menyatakan keprihatinan atas kekerasan itu, dan mendesak pemerintah Irak untuk menahan diri.

Lima orang dikatakan tewas dalam bentrokan terbaru di ibu kota. Pasukan keamanan kembali dilaporkan menggunakan peluru tajam dan gas air mata saat mengendalikan massa.

Komisi hak asasi manusia parlemen Irak mengatakan sedikitnya 99 orang tewas dan hampir 4.000 lainnya terluka sejak protes dimulai di ibukota pada Selasa pekan ini, yang kemudian menyebar ke selatan Irak.

Ini dipandang sebagai tantangan besar pertama bagi pemerintahan Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi, hampir setahun sejak ia berkuasa.

Pihak berwenang telah berusaha mengendalikan protes melalui jam malam dan pemblokiran internet.

Sempat diberlakukan pada awal pekan ini, kebijakan jam malam di Baghdad telah dicabut pada hari Sabtu. Namun, kelompok-kelompok kecil pengunjuk rasa kembali memperbarui aksi protes mereka.

Alun-alun Tahrir di kota telah menjadi titik fokus protes, tetapi diblokir pada hari Sabtu, menurut kantor berita setempat.

Sesi darurat parlemen, yang dikatakan akan membahas solusi dari tuntutan demonstran, gagal berlangsung dari yang dijadwalkan pada Sabtu sore.

Beberapa stasiun televisi diserang, termasuk kantor saluran berita Al-Arabiya Arab Saudi.

Di Nasiriyah, demonstran membakar markas enam partai politik yang berbeda.

Menurut kantor berita AFP, ribuan orang juga berunjuk rasa di kantor gubernur di kota Diwaniyah selatan.

Para demonstran tampaknya tidak memiliki kepemimpinan yang jelas saat ini, dan kemarahan mereka semakin meradikalisasi tuntutan mereka --BBC melaporkan.

Pada hari Jumat, Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi berjanji untuk menanggapi keprihatinan para pengunjuk rasa tetapi memperingatkan tidak ada "solusi ajaib" untuk masalah Irak.

Dia mengatakan telah memberikan dukungan penuh kepada pasukan keamanan, bersikeras mereka mematuhi "standar internasional" dalam berurusan dengan pengunjuk rasa.

Ulama Syiah paling senior di Irak, Ayatollah Ali al-Sistani, mendesak pemerintah untuk menanggapi tuntutan reformasi, yang menila bahwa selama ini Baghdad "tidak menjawab tuntutan rakyat untuk memerangi korupsi atau desakan apa pun dari masyarakat di lapangan."

Korupsi, pengangguran, dan layanan publik yang buruk menjadi jantung ketidakpuasan yang dihadapi oleh anak muda Irak saat ini. Kerusuhan dimulai secara spontan tanpa kepemimpinan formal di sebagian besar wilayah Syiah di selatan, dan dengan cepat menyebar.

Irak memiliki cadangan minyak terbesar keempat di dunia, tetapi 22,5% dari 40 juta penduduknya hidup dengan kurang dari US$ 1,90 (Rp 26.854) per hari pada 2014, menurut Bank Dunia. Satu dari enam rumah tangga telah mengalami beberapa bentuk kerawanan pangan.

Tingkat pengangguran adalah 7,9% tahun lalu. Dan hampir 17% dari populasi yang aktif secara ekonomi menganggur.

Negara ini juga berjuang untuk pulih setelah perang brutal terhadap kelompok ISIS, yang menguasai sebagian besar utara dan barat pada tahun 2014.

Kondisi kehidupan tetap mengerikan di banyak daerah yang terkena dampak konflik, dengan layanan publik yang tidak memadai.

 

Kaum Muda Memberontak

Seperti diketahui, rakyat Irak belakangan ini memendam amarah kepada pemerintah. Kaum laki-laki dan perempuan kemudian menggalang aksi unjuk rasa lewat media sosial. Mereka sudah muak dengan elit politik dan sepakat turun ke jalan pada 1 Oktober lalu.

Di jalanan mereka diterjang peluru, meriam air, dan tembakan gas air mata. Kondisi kian mencekam. Irak baru saja lepas dari perang berdarah melawan kelompok ISIS.

Laman AP melaporkan, Jumat (4/10), perlawanan aparat terhadap unjuk rasa membuat demonstran di seluruh negeri marah. Bentrokan dengan aparat keamanan hingga kemarin sudah merenggut lebih dari 30 nyawa. Ratusan lainnya juga luka.

Gejolak di Irak ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat di Timur Tengah. Kedua pihak adalah sekutu dari pemerintah Irak. Ribuan tentara AS hingga kini masih bercokol di Irak dan begitu pula milisi yang didukung Iran. Sejumlah kalangan sudah khawatir Irak akan menjadi ajang pertempuran perpanjangan tangan dari kedua pihak itu.

 

Siapakah Demonstran yang Turun ke Jalan?

Mereka adalah kaum muda berusia 20-an tahun yang sudah muak dan frustrasi dengan elit yang berkuasa dan meraup keuntungan dari minyak Irak selama bertahun-tahun. Mereka yang berunjuk rasa juga adalah ratusan lulusan universitas, baik perempuan dan laki-laki yang kini sulit mendapat pekerjaan, demikian pula dengan para pengajar, orang sepuh dan aktivis sosial.

Mereka turun ke jalan dengan menggalang tagar dalam bahasa Arab yang berarti 'Saya demo demi hak'. Massa memenuhi jalanan di Ibu Kota Baghdad dan beberapa kota lainnya. MEreka membawa bendera Irak. Tuntutan mereka juga termasuk soal pengangguran, dan terutama korupsi yang merajalela. Irak termasuk negara yang ada di peringkat ke-11 sebagai negara paling korup menurut Indeks Korupsi Dunia. Bank Dunia mengatakan pengangguran di Irak mencapai lebih dari 20 persen.

Demo yang terjadi spontan dan tanpa dikomando terjadi di Baghdad dan beberapa kawasan di sekitarnya. Unjuk rasa terjadi di wilayah mayoritas dihuni penganut Islam Syiah dan sejumlah warga Sunni juga ikut terlibat. Irak didominasi kaum Syiah, begitu pula dengan pemerintahnya.

Tekanan hidup sudah ada sejak perang melawan ISIS dinyatakan berakhir pada 2017 atau bahkan jauh sebelum itu. Setelah pertempuran berakhir, sebagian besar wilayah Irak hancur dan puluhan ribu warga mengungsi tanpa tempat tinggal memadai dan tidak punya rumah lagi untuk kembali. Layanan listrik dan penyediaan air sejak itu bertambah buruk.

Dalam beberapa tahun belakangan memang sudah ada sejumlah unjuk rasa, terutama di saat-saat pertengahan tahun ketika di musim panas ketika listrik dan air dalam kondisi terparah. Kota Basra di selatan Irak musim panas lalu berkecamuk oleh demo setelah ribuan orang sakit karena air yang tercemar.

Perang melawan ISIS juga berpengaruh kepada milisi dukungan Iran yang biasa disebut Pasukan Mobilisasi Populer. Mereka bertempur bersama tentara Irak dan kini menjadi bagian dari kekuatan angkatan bersenjata Irak.

Perdana Menteri Adil Abdul-Mahdi yang baru berkuasa tahun lalu menjanjikan untuk memberantas korupsi tapi dia gagal membawa perubahan berarti. Dia juga tidak mampu mengendalikan para milisi dan banyak warga frustrasi dengan pemerintah yang mereka lihat semakin tunduk kepada Iran. (det/tit)

Komentar / Jawab Dari