Mode Gelap
Image
Kamis, 05 Desember 2024
Logo

Sidang Dugaan KDRT Lettu Laut Raditya Bagus: Saksi Tuntut Keadilan atas Trauma yang Dialami

Sidang Dugaan KDRT Lettu Laut Raditya Bagus: Saksi Tuntut Keadilan atas Trauma yang Dialami
Sidang kasus dugaan KDRT dengan terdakwa Lettu Laut (K) Dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra di Pengadilan Militer Surabaya, Selasa (15/10/2024).

SURABAYA (BM) - Oditur Militer Mayor Chk Sahroni Hidayat menghadirkan empat saksi dan ahli dalam persidangan dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa Lettu Laut (K) Dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra di Pengadilan Militer Surabaya, Selasa (15/10/2024).

Ahli psikologi forensik, dr. I Ketut Tirka Nandaka menyampaikan bahwa pada 16 Mei 2024, ia pernah memeriksa tiga pasien, yaitu dr. Mae’dy Christiyani Bawolje dan dua anaknya, CSP dan ASP. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ketiga pasien mengalami depresi. “Untuk sang ibu mengalami depresi sedang, sedangkan kedua anaknya mengalami depresi berat,” ujarnya.

Ia menambahkan, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa depresi yang dialami kedua anak tersebut disebabkan oleh kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan terdakwa Raditya Bagus.

Sementara itu, empat saksi yang diperiksa selanjutnya adalah dr. Mae’dy Christiyani Bawolje dan kedua anaknya yakni CSP dan ASP, serta adik dr. Mae’dy, Nathalia Christiyana.

Di hadapan majelis hakim, dr. Mae’dy mengungkapkan bahwa sifat temperamental terdakwa sudah terlihat sejak sebelum pernikahan, dan kondisi ini semakin memburuk setelah mereka menikah. Puncak kekerasan terjadi pada 29 April 2024, ketika anak dr. Mae’dy dilarang mengantar ibunya ke RSPAL Dr. Ramelan Surabaya. Larangan tersebut memicu perdebatan antara dr. Mae’dy dan terdakwa, yang berujung pada pelemparan bantal oleh terdakwa ke arah dr. Mae’dy, mengenai badannya. Anak dr. Mae’dy yang menyaksikan kejadian itu mencoba melindungi ibunya, namun malah dipukul oleh terdakwa.

“Saat itu saya berkata, ‘Tolong, Ayah, jangan pukul anak saya. Kalau mau pukul, pukul saya saja,’” ujar dr. Mae’dy.

Dr. Mae’dy menjelaskan, ia berusaha membawa anaknya keluar, tetapi tetap dikejar dan dipukul di bagian punggung. Anak dr. Mae’dy juga sempat diludahi oleh terdakwa. Di lantai bawah, seluruh akses pintu rumah dikunci. Terdakwa bahkan mendobrak dan berusaha memecahkan kaca untuk membuka pintu.

“Saat itu terdakwa juga membawa pisau. Kami sangat ketakutan, Yang Mulia. Rasa ketakutan itu masih kami rasakan hingga sekarang, bahkan anak saya pernah mencoba bunuh diri. Sampai saat ini, saya masih sering menangis di tempat kerja,” ungkap dr. Mae’dy.

Ia juga menambahkan bahwa sebelum peristiwa 29 April 2024, terdakwa kerap melakukan kekerasan psikis dengan melontarkan kata-kata kasar. Selain itu, saat berkendara, terdakwa sering mengalami cekcok dengan pengendara lain.

Tiga saksi lain, yaitu kedua anak dr. Mae’dy dan Nathalia Christiyana membenarkan keterangan yang disampaikan mengenai peristiwa pada 29 April 2024. “Benar, Yang Mulia. Sampai sekarang saya masih trauma. Saya bahkan pernah mengalami kejang-kejang meskipun tidak memiliki riwayat epilepsi sebelumnya,” ungkap saksi CSP.

Usai sidang, dr. Mae’dy menyatakan keberatan atas pernyataan terdakwa yang menyebutkan ibunya sebagai penyebab trauma. Ia merasa hal itu adalah upaya untuk mempermalukan keluarga, mengingat ayah dr. Mae’dy adalah seorang mantan pejabat di Angkatan Laut dengan pangkat terakhir Laksamana Pertama. (arf/tit) 

Komentar / Jawab Dari