Tangis di Balik Puing: Harapan yang Terkubur di Ponpes Al Khoziny Sidoarjo
- Posting Oleh dicky
- Minggu, 05 Oktober 2025 17:10
SIDOARJO (BM)— Aroma tanah basah bercampur debu reruntuhan masih menusuk hidung ketika tim SAR berhenti sejenak, Sabtu sore itu. Di antara tumpukan bata dan genting yang sudah tak lagi berbentuk bangunan, suara isak seorang ibu terdengar lirih memecah hening. “Nak... Ibu di sini, Nak... keluar, Nak...” suaranya parau, seolah memanggil dari batas dunia yang berbeda.
Tragedi di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, merenggut 37 nyawa santri — anak-anak muda yang datang dari berbagai daerah, meninggalkan rumah dengan cita-cita sederhana: menuntut ilmu agama, menjadi orang berguna. Namun, Rabu malam (1/10/2025) itu, langit seolah runtuh bersama tembok tempat mereka belajar.
Dari 37 korban, satu di antaranya ditemukan dalam kondisi tidak utuh, serpihan tubuh yang membuat relawan terdiam lama. “Kami tidak tega memberi tahu keluarganya,” ujar seorang petugas dari Basarnas, menunduk menahan napas berat. Hingga kini, baru delapan jenazah yang berhasil diidentifikasi oleh tim DVI Polda Jawa Timur. Sisanya masih menunggu, di antara doa, air mata, dan harapan yang makin menipis.
Menanti dalam Doa dan Debu
Di posko darurat, Pak Ahmad (52) duduk berselimut sarung lusuh, matanya sembab. Ia datang dari Pasuruan setelah mendengar kabar ponakannya, Rafi (14), belum ditemukan. Sejak pagi, ia duduk di bawah tenda biru, menggenggam selembar foto kecil — Rafi memakai peci hitam dan tersenyum lebar.
“Dia anaknya pendiam, tapi kalau adzan subuh, selalu paling dulu bangun,” ucap Ahmad, matanya menerawang ke arah bangunan yang kini rata dengan tanah. “Saya cuma mau dia pulang... entah bagaimana pun keadaannya.”
Tak jauh dari sana, Ibu Halimah (47) terus menatap gundukan bata yang baru saja digali. Setiap kali petugas menemukan serpihan pakaian, ia berdiri, berlari kecil, berharap ada kabar tentang anaknya, Fahri, santri kelas 3 Tsanawiyah. “Tadi saya lihat sarungnya mirip... tapi bukan, cuma mirip,” katanya lirih sambil terisak.
Dari Harapan Menjadi Kepasrahan
Menurut keterangan sementara, bangunan utama ponpes yang ambruk merupakan gedung lama yang baru saja direnovasi sebagian. “Sebagian santri sedang mengaji di lantai bawah, sebagian lagi istirahat di lantai atas,” ungkap Kapolres Sidoarjo AKBP Andhika Pratama di lokasi kejadian. Namun, tak ada yang menduga, tembok yang mereka percayai sebagai rumah ilmu itu justru menjadi liang keabadian mereka.
Suasana duka masih menyelimuti halaman ponpes. Para orang tua yang datang dari luar kota tak henti berdatangan, membawa pakaian ganti, air minum, dan doa — seolah anak-anak mereka masih bisa pulang. Beberapa di antaranya memilih bermalam di pelataran, hanya beralaskan tikar dan sajadah.
“Tidak ada yang lebih menyayat daripada mendengar nama anak kita tak pernah dipanggil lagi dari daftar korban selamat,” kata Bu Siti, salah satu wali santri yang anaknya masih hilang. “Kami hanya bisa pasrah, tapi hati ini belum rela.”
Air Mata Tak Pernah Kering
Di ruang identifikasi RSUD Sidoarjo, suasana hening berganti tangis setiap kali jenazah datang. Bau formalin bercampur isak ibu-ibu yang memeluk petugas, memohon agar bisa melihat sebentar wajah anak mereka — meski sudah tertutup kain putih.
“Setiap jenazah kami datangkan, selalu ada yang berharap, tapi juga selalu ada yang patah,” kata seorang perawat yang ikut menangani proses identifikasi.
Di luar ruangan, seorang ayah berdiri tegak, matanya kosong. Di tangannya tergenggam Al-Qur’an kecil, berlumur debu. “Ini satu-satunya yang selamat dari kamarnya,” katanya pelan. “Mungkin ini pesan terakhir dari anak saya: agar saya tetap kuat.”
Malam itu, hujan kembali turun di Sidoarjo. Lampu-lampu sorot masih menembus reruntuhan, menggambarkan bayangan para relawan yang tak berhenti menggali. Di antara deru mesin dan doa, terdengar lantunan istighfar pelan, menggema dari para ibu yang menanti di bawah tenda.
Harapan kini tinggal seujung doa. Namun bagi para orang tua di Ponpes Al Khoziny, doa itulah satu-satunya jembatan yang tersisa — menuju pertemuan di tempat yang tak lagi mengenal duka. (dickydea)
Komentar / Jawab Dari
Anda Mungkin Juga Suka
Populer
Newsletter
Berlangganan milis kami untuk mendapatkan pembaruan baru!
Kategori
- Politik (1623)
- Keadilan (700)
- Hukrim (1784)
- Plesir (26)
- Peristiwa (447)
- Feature (41)
- Advertorial (71)
- Nasional (2011)
- Internasional (560)
- Sports (1983)
- Ekonomi (1404)
- Jawa Timur (16075)
- Weekend (22)
- Indonesia Memilih (323)
- Selebrita (60)
- Lifestyle (272)
- Catatan Metro (206)
- Opini (173)
- Fokus (464)
- Highlight (1)
- Timur Raya (14)
- Surabaya (2685)
- Kriminal (120)
- Pasar dan Mall (758)
- tausiyah (36)
- Falcon-G21 Team Dark (0)
- Kolom Metro (2)
- Event & Promo (4)
- Giat Prajurit (9)
- Wisata (31)
- Global (10)
- Pendidikan (144)
- Hukum (22)
